EVIDENCE BASED KMB 1 SISTEM PERSYARAFAN. Ns. ISNANIAR, S.Kep,M.Kep
1. Faktor Risiko Terjadinya Epilepsi pada Anak Palsi Serebral
M. Luthfi Suhaimi, Iskandar Syarif, Eva Chundrayetti, Rahmi Lestari
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Pada anak yang menderita palsi serebral kemungkinan akan mengalami peningkatan risiko terjadinya epilepsy. Setiap perubahan pada otak dapat menjadi faktor risiko terjadinya epilepsi dengan berbagai manifestasi klinis. Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor risiko dengan terjadinya epilepsi pada anak palsi serebral di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Metode: Desain peneltian ini adalah cross-sectional study yang dilaksanakan pada Agustus 2018 sampai Desember 2019. Subjek palsi serebral diperoleh secara consecutive sampling, dengan jumlah minimal 60 subjek. Faktor risiko yang diteliti meliputi asfiksia, persalinan vakum ekstraksi, berat badan lahir rendah, prematuritas dan kejang neonatal. Uji statistik menggunakan Chi-square test dan Fisher’s exact test, dengan batas kemaknaan p<0,05. Hasil: Pada 60 pasien palsi serebral, ditemukan 39 pasien (65%) menderita epilepsi dan 21 pasien (35%) tidak menderita epilepsi. Perbandingan jenis kelamin perempuan dan laki-laki 1,2:1. Epilepsi umum merupakan tipe epilepsi yang paling banyak ditemukan (76,9%), pengobatan secara politerapi hampir sama banyak dengan monoterapi. Asfiksia, persalinan vakum ekstraksi, berat badan lahir rendah, prematuritas dan kejang neonatal tidak bermakna sebagai faktor risiko epilepsi pada anak palsi serebral. Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara asfiksia, persalinan vakum ekstraksi, berat badan lahir rendah, prematuritas dan kejang neonatal dengan terjadinya epilepsi pada anak palsi serebral.
2. Herpes Zoster Otikus dengan Paresis Nervus Fasialis (Sindrom Ramsay Hunt) pada Pasien Imunokompromais
Holy Ametati1 2
Med Hosp 2020; vol 7 (1) : 113–118 p-ISSN: 2301-4369 e-ISSN: 2685-7898
https://doi.org/10.36408/mhjcm.v7i1.437
Sindrom Ramsay Hunt (SRH) merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada herpes zoster. SRH dapat terjadi tanpa adanya ruam kulit (zoster sine herpete). Karena gejala-gejala ini tidak selalu muncul saat onset, sindrom ini sering salah didiagnosis. Insidensi 5/100.000 kasus pada populasi di Amerika Serikat dan meningkat pada kelompok umur di atas 60 tahun dan kondisi imunokompromais. Laporan kasus : Laki-laki, 66 tahun, timbul plenting-plenting di daerah telinga kiri menyebar ke dada sebelah kiri sejak 8 hari sebelum dikonsulkan. Terdapat nyeri pada telinga, pendengaran berkurang, pusing berputar, wajah sebelah kiri sulit digerakkan dan sulit berbicara. Permeriksaan fisik ditemukan vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritem dan edema, bula, erosi, krusta, konfigurasi herpetiformis, distribusi unilateral, segmental setinggi persarafan servikal 2–4. Temuan tzank test menunjukkan sel datia berinti banyak. Penatalaksanaan dengan sistemik asiklovir dan metilprednison. Pembahasan : SRH merupakan hasil reaktivasi virus varicella zoster laten diganglion genikulatum yang menyebabkan vesikel pada aurikula, otalgia dan paresis/paralisis fasialis. Mekanisme pencetus reaktivasi pada pasien ini diduga berhubungan dengan imunokompromais (keganasan). Pasien imunokompromais memiliki resiko 20–100 kali lebih besar. Pemeriksaan Tzank sesuai dengan gambaran herpes zoster. Terapi SRH yang paling disarankan adalah terapi kombinasi antivirus dan kortikosteroid. Simpulan : Telah dilaporkan kasus herpes zoster otikus dengan paresis nervus fasialis (Sindrom Ramsay Hunt) pada pasien imunokompromais. Hasil terapi memuaskan.
3. Efektivitas Terapi Akupuntur dengan Akupressure pada Ibu Postpartum sebagai Terapi Sakit Kepala di Poskestren Al Bahjah Sendang Kabupaten Cirebon
1 Noorlinda, 2 Roni Iryadi, 3 Ninis Siti Anisah
Jurnal Kesehatan Pertiwi Politeknik Kesehatan Bhakti Pertiwi Husada
Volume 3 Nomor B Tahun 2021
Sakit kepala setelah melahirkan pertanda adanya masalah kesehatan, mulai dari yang ringan, seperti alergi dan sinusitis, hingga yang berat, seperti preeklamsia, meningitis, dan penyumbatan pembuluh vena dalam otak.Penatalaksanaan sakit kepala pada ibu post partum dapat secara farmakologi dan non farmakologi Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui efektivitas terapi akupunkturdengan akupressure pada ibu postpartum sebagai terapi sakit kepala di POSKESTREN Al Bahjah Sendang Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Metode Penelitian: Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metodeQuasi Experiment dengan rancangan two group pretest dan posttest, non-equivalentcontrol group yang terdiri dari dua kelompok intervensi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua postpartum dengan sakit kepala di POSKESTREN Al Bahjah Sendang pada periode bulan Juni - Agustus 2021 didapatkan sejumlah 78 orang.Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 15 orang untukkelompok intervensi akupuntur dan 15 orang untuk kelompok intervensi akupresur. Jadi, total keseluruhan sampel yang dibutuhkan adalah 30 orang. Analisis data menggunakan analisa univariat dan bivariat. Hasil Penelitian: Analis Sakit kepala pada ibu postpartum sebelum dan sesudah diberikan intervensi Terapi akupuntur di POSKESTREN Al Bahjah Sendang Sebelum intervensi dilaksanakan, rata-rata skala nyeri pada responden yang mengalami sakit kepala sebelum intervensi 6,00 dengan standar deviasi 1,927 sedangkan sesudah intervensi akupuntur diberikan, skala sakit kepala responden menunjukkan rata-rata 3,33 dengan standar deviasi 2,093. Ada perbedaan penurunan nyeri sakit kepala secara signifikan antara kelompok akupunktur dengan kelompok akupresur. Nilai mean difference dari terapi akupresur lebih besar jika dibandingkan dengan terapi akupuntur. Kesimpulan: Terapi akupresur yang lebih efektif dalam menurunkan nyeri sakit kepala dibandingkan dengan terapi akupunkur. Terapi akupresur lebih baik dalam menurunkan nyeri sakit kepala daripada terapi akupuntur.
4. PERBEDAAN TEKANAN DARAH PADA SISI LENGAN YANG NORMAL DAN SISI LENGAN YANG LUMPUH PADA PASIEN STROKE DI RUANGAN IRINA F NEURO RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
Sefti Rompas Jeavery Bawotong
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 7 Nomor 1, 4 Februari 2019
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke otak. Stroke merupakan yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan tekanan darah pada sisi lengan yang normal dan sisi lengan yang lumpuh pada pasien stroke di Irina F Neuro RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu desain “Pre Experimen One Group Pretest”. Penelitian dilaksanakan di Irina F Neuro RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado dengan sampel sebanyak 62 responden. Instrumen yang digunakan yaitu tensi meter, lembar data pasien, dan lembar observasi pengukuran tekanan darah. Hasil penelitian berdasarkan uji statistik mann whitney diketahui bahwa nilai sistol (0,617> 0,05) dan nilai p diastole 1,00. Kesimpulannya yaitu tidak ada perbedaan tekanan darah antara lengan yang normal dan lengan yang lumpuh pada pasien stroke di Irina F Neuro RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Kata kunci : Tekanan darah, sisi lengan normal dan sisi lengan lumpuh.
5. Kriptokokal meningitis: Aspek klinis dan diagnosis laboratorium
Efrida, Desiekawati
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Kriptokokosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, infeksi ini secara luas ditemukan di dunia dan umumya dialami oleh penderita dengan sistem imun yang rendah. Munculan klinis terutama adalah meningitis dan meningoensefalitis yang dikenal dengan kriptokokal meningitis. Sejalan dengan infeksi HIV yang menjadi pandemi, kriptokokosis sebagai infeksi oportunistik juga semakin berkembang di dunia. Kriptokokal meningitis merupakan infeksi oportunistik kedua paling umum yang terkait dengan AIDS di Afrika dan Asia Selatan dengan kejadian kriptokokosis 15%-30% ditemukan pada pasien dengan AIDS. Tanpa pengobatan dengan antifungal yang spesifik, mortalitas dilaporkan 100% dalam dua minggu setelah munculan klinis kriptokokosis dengan meningoensefalitis pada populasi terinfeksi HIV. Di Indonesia, sebelum pandemi AIDS kasus kriptokokosis jarang dilaporkan. Sejak tahun 2004, seiring dengan pertambahan pasien terinfeksi HIV, Departemen Parasitologi FKUI mencatat peningkatan insidensi kriptokokal meningitis pada penderita AIDS yaitu sebesar 21,9%. Faktor yang terkait dengan virulensi Cryptococcus neoformans adalah adanya kapsul polisakarida, produksi melanin dan sifat thermotolerance. Imunitas yang dimediasi oleh sel memiliki peranan penting dalam pertahanan pejamu terhadap Cryptococcus. Pemeriksaan laboratorium penunjang untuk diagnosis adalah pemeriksaan mikroskopis langsung menggunakan tinta India, deteksi antigen, metode enzyme immunoassay, kultur, dan metode molekular.
6. STUDI HASIL INDEKS ERITROSIT PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK DAN STROKE HEMORAGIK
Syahida Djasang1 , Nurul Hikma2
Stroke adalah penyakit yang ditandai oleh penurunan fungsi otak yang tejadi karena sumbatan, penyempitan, pecahnya pembuluh darah dan terhentinya alirah darah ke otak. Hemoglobin, hematokrit dan eritrosit berperan penting terhadap derajat klinis stroke karena terkait dengan oksigenasi di jaringan otak yang mengalami infark.Salah satu yang berperan penting dalam proses oksigenasi dalam aliran darah ialah eritrosit. Berkurangnya hemoglobin dalam darah akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen ke otak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran hasil indeks eritrosit pada penderita stroke iskemik dan stroke hemoragik. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hematologi Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada bulan Maret sampai dengan Mei 2018. Jenis penelitian ini adalah penelitian descripitive. Analisa data secara analitik dilakukan uji labotaorium untuk mengetahui gambaran hasil indeks eritrosit pada penderita stroke iskemik dan stroke hemoragik. Hasil penelitian yang diperoleh pada penderita stroke iskemik didapatkan nilai MCV, MCH dan MCHC yang rendah, Terdapat 5 penderita dengan nilai MCV rendah, 6 penderita dengan nilai MCH rendah dan 8 penderita dengan dilai MCHC rendah. Pada penderita stroke hemoragik didapatkan nilai MCV, MCH dan MCHC yang rendah, Terdapat 1 penderita dengan nilai MCV rendah, 5 penderita dengan nilai MCH rendah dan 8 penderita dengan dilai MCHC rendah
7. Ekstraksi Ciri Sinyal EEG Untuk Gangguan Penyakit Epilepsi Menggunakan Metode Wavelet
Wiwit Putri Ani, Hindarto Hindarto
Jurnal Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi ISSN : 1978-161X(p); 2477-2550(e)
Volume 9, No. 2 (2017), pp 62-65 DOI : 10.18860/mat.v9i2.4376
Received : July 12th 2017; Accepted : August 14th 2017 ; Avalaible Online : September 15th 2017
Epilepsy terjadi karena ada gangguan sistem saraf otak pada manusia, yang terekam dari sinyal Elektroensephalogram. Sinyal Elektroensephalogram memiliki informasi aktivitas listrik pada otak, termasuk kondisi gangguan kelistrikan dan pikiran pada syaraf. Sinyal Elektroensephalogram mempiliki bentuk yang kompleks, mudah tertimbun noise , amplitudo kecil dan tidak memiliki pola yang baku, sehingga analisa secara visual tidak mudah[1] Untuk meningkatkan akurasi dan menghilangkan noise dari sinyal EEG, penelitian ini menggunakan metode Wavelet sebagai proses ekstraksi ciri dan Backpropagation untuk klasifikasi. Data sinyal Elektroensephalogram didapat dari Universitas Bonn yang terdiri dari 5 kelas dataset yaitu A, B, C, D, dan E. Tiap dataset berisi 100 segmen EEG saluran tunggal dengan durasi selama 23.6 detik. Peneliti menggunakan dataset B dan E. Pada tahap pelatihan (training) menggunakan 80 naracoba , sedangkan pada tahap pengujian (testing) menggunakan 100 naracoba. Proses ini dilakukan setelah ekstraksi ciri sinyal EEG dengan Wavelet. Hasil ekstraksi ciri digunakan sabagai nilai input, pada penelitian ini menggunakan metode back propagation (16-35-2) yaitu 2 input sinyal EEG, satu hidden layer dengan 35 unit dan dua target epilepsy dan non epilepsi . dari pengujian data tersebut didapat nilai akurasi sebesar 100%.
8. DIAGNOSIS DAN TERAPI DEEP BRAIN STIMULATION PADA PENYAKIT PARKINSON
Eudon Muliawan*, Seilly Jehosua*, Rizal Tumewah*
Seorang wanita berusia 44 tahun dengan penyakit Parkinson yang telah menunjukkan gejala yang lebih awal sejak 8 tahun yang lalu pada umur 36 tahun dan telah menjalani terapi Deep Brain Stimulation. Setelah menjalani terapi tersebut pasien menjukkan perbaikan klinis yang bermakna, begitu pula peningkatan kualitas hidup. Dengan terapi ini pula, pengobatan berkurang hingga 50- 80%.
9. Deteksi Penyakit Epilepsi dengan Menggunakan Entropi Permutasi, K-means Clustering, dan
Multilayer Perceptron
Yunita Ardilla, Handayani Tjandrasa, dan Isye Arieshanti
Abstrak—Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksimal dengan berbagai macam etiologi. Banyak pasien yang tidak menyadari adanya gejala epilesi dalam dirinya. Oleh karena itu diperlukan sistem yang bisa memprediksi apakah seseorang menderita epilepsi bebas kejang, atau epilepsi kejang. Dalam artikel ini diimplementasikan perangkat lunak pendeteksi penyakit epilepsi dengan menggunakan entropi permutasi, K- means clustering, dan multilayer perceptron. Hasil model dari algoritma multilayer perceptron akan digunakan dalam proses prediksi. Dataset yang digunakan dalam proses uji coba berisi
lima himpunan (A-E) EEG dari manusia sehat dan yang menderita epilepsi yang tersedia online (''Klinik für Epileptologie, Universität Bonn''). Performa terbaik yang dihasilkan oleh model adalah akurasi sebesar 96,5%, specificity sebesar 95,45%, dan sensitivity sebesar 97,97%.
10. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL'S PALSY SINISTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED DAN MASSAGE DI RSUD CIKALONG WETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Genta Eep Afandi1 , Ika Rahman2
Bell's Palsy adalah kelumpuhan Nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada sebagian besar penderita Bell's Palsy Kelumpuhan akan sembuh total, namun pada diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini dapat berupa kontraktur, sinkenesia atau spasme spontan (Zainal Abidin, dkk, 2017).Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi dalam peningkatan kekuatan otot dan kemampuan fungsional wajah pada kondisi Bell's Palsy Sinistra dengan modalitas Infra Red dan Massage.Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali didapatkan hasil peningkatan kekuatan otot wajah yaitu MMT T1: mengerutkan dahi: 3, mengangkat alis: 1, menutup mata: 1, kembang kempis hidung: 3, tersenyum: 1, mencucu: 1 menjadi T6: mengerutkan dahi: 5, mengangkat alis: 3, menutup mata: 5, mengkembang kempis hidung: 5, tersenyum: 3, mencucu: 3. Kemampuan fungsional Ugo Fisch Scale T1: 45 "Sedang" menjadi T6: 72 "Baik".Infra Red dan Massage dapat meningkatkan kekuatan otot dan kemampuan fungsional wajah pada kasus Bell's Palsy Sinistra. Kata Kunci : Bell's Palsy, Infra Red, Massage
11. Sklerosis Multipel: Diagnosis dan Tatalaksana
Jimmy Christianto Suryo
CDK Edisi CME-3/Vol.48 no.8, th.2021
Sklerosis multipel adalah lesi multipel sistem saraf pusat akibat rusaknya selubung mielin yang membungkus akson. Penyakit ini termasuk penyakit neurodegeneratif bersifat progresif dan relaps, sering mengenai wanita dewasa muda, memerlukan penanganan komprehensif dan sistematis. Penyebab penyakit belum diketahui pasti, diduga berkaitan dengan faktor infeksi virus atau proses autoimun atau genetik. Manifestasi klinisnya bervariasi. Kriteria diagnosis terbaru didasarkan pada Kriteria McDonald tahun 2017. Tatalaksana mencegah relaps dan progresivitas menggunakan corticosteroid, imunosupresan, imunomodulator, plasmapheresis (pertukaran plasma), atau DMAMS (Disease-Modifying Agent for Multiple Sclerosis), atau stem cell therapy. Prognosis tergantung komplikasi, progresivitas penyakit, dan pilihan terapi.
12. Gangguan Kognitif Terkait Epilepsi Lobus Temporal: Laporan Kasus
Herpan Syafii Harahap
Jurnal Kedokteran 2019, 8(3): 1-5 ISSN 2301-5977, e-ISSN 2527-7154
Salah satu komplikasi penting dari penyakit epilepsi, terutama epilepsi lobus temporal, adalah gangguan kognitif. Kerentanan seorang pasien epilepsi untuk mengalami gangguan fungsi kognitif ditentukan oleh karakteristik demografik, karakteristik klinik, dan cognitive reserve pasien tersebut. Laporan kasus ini mendeskripsikan keluaran klinis fungsi kognitif dari dua kasus epilepsi lobus temporal dan karakteristik demografik, klinik, dan cognitive reserve yang mendasarinya. Pada kasus pertama, seorang perempuan berusia 41 tahun, lulusan sarjana S1, terdiagnosis epilepsi lobus temporal sejak 18 bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat cedera kepala 11 tahun yang lalu. Pasien saat ini mengkonsumsi karbamazepin 600mg/hari dan asam valproat 500mg/hari dan bebas bangkitan selama 3 bulan. Sejak 6 bulan yang lalu, pasien mulai mengeluhkan adanya gangguan kognitif dan mudah khawatir dan marah, namun aktivitas sehari-hari masih normal. Tes neuropsikologi menunjukkan bahwa fungsi kognitif pasien tersebut normal, namun didapatkan adanya gangguan mood ringan. Pada kasus kedua, seorang laki-laki berusia 47 tahun, lulusan SLTA, terdiagnosis epilepsi lobus temporal sejak 14
tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat cedera 20 tahun yang lalu. Pasien saat ini mengkonsumsi karbamazepin 800mg/hari dan asam valproat 1000mg/hari dan bebas bangkitan selama 8 bulan. Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mulai mengeluhkan adanya penurunan daya ingat yang menyebabkan aktivitas sehari-harinya menjadi terganggu. Pada kedua kasus tersebut, penentu adanya berbedaan keluaran klinis status kognitif adalah awitan epilepsi, lokasi fokus epileptogenik, dosis obat antiepilepsi, dan tingkat pendidikan.
No comments:
Post a Comment